Rabu, 06 November 2019

PUISI CINTA


Pikiranku Sangat Dangkal

Aku tidak bisa lupa
Atas alasan apa kita harus bersua
Bukan karena sayang atau cinta
Tapi kita pernah mempunyai mimpi yang sama
Hubungan kita memang bukanlah bahagia di akhir cerita
Aku belum bisa menghapus goresan kenangan di beberapa sudut kota
Aku belum bisa melupakan wajahmu yang dihiasi kacamata
Atau jaketmu yang berwarna biru muda
 Kenapa semua ingatan tentang kita bermunculan dalam pikiran
Mendengar namamu ketika disebut oleh seorang teman
Atau melihat merek motor yang sama dengan milikmu di jalanan
Semua menjadi memori yang sulit diseka oleh rutinitas harian
Maafkan aku yang telah membuatmu lara
Aku telah tak berjumpa denganmu terlalu lama
Dua centang biru darimu tak lagi ku terima
Mungkin ini adalah sebuah hukum karma

Selasa, 05 November 2019

INDONESIA PUSAKA

Hai NKRI
Lihatlah ke penjuru negeri
Banyak pengembara iri
Dirimu bagai nirwana karya ilahi
Kalimantan nan adi
Pulau-pulau, gunug api dan bahari
Hingga Simping yang mini
Mengisi relung hati bumi pertiwi
Tanahmu selalu dikunjungi mentari
Siang dan malam silih berganti
Timur, tengah, barat senantiasa disinari
Membagi durasi sesuai ilmu bumi
Iklimmu memikat sanubari
Datanglah di saat sang surya menghadiri
Jangan datang di musim yang tak pasti, hujan panas, angin lebat menghantui dalam satu hari
Suku, bahasa, agama, adat budaya melengkapi
Gagahnya NKRI, eloknya tanah air ini
Bhineka Tunggal Ika selalu terpatri
Walau bervariasi namun berintegrasi bagai pelangi
Negeriku kaya raya
Kekayaan alamnya mempesona
Ada lada dan batubara
Emasnya menyilaukan mata
Di tanah Irian Jaya
Gunung-gunung nan kirana
Menghujam tanah praja
Membentang bak kastil istana
Dari barisan Sumatera hingga tanah Wamena
Lavanya bak darah pembela negara
Yang diam-diam menddih kala diguncang durjana
Banjir dan gempa sudah biasa
Menempa semangat jiwa-jiwa bangsa
Indonesia subur sejak dahulu kala
Tanaman menghijau beraneka rupa
Disiram hujan semakin berbunga
Disinari mentari kian kusuma
Indonesia kian gagah perkasa
Dikawal dua samudra yang setia
Pasifik dan Hindia duduk di samping singgasananya
Bagai prajurit yang siap menerjangkan ombaknya di kala yuda
Mari jaga sumbar daya alam Indonesia
Kekayaan itu adalah hak bangsa kita
Jangan sampai rakyat asing menguasainya

Sementara rakyat kita sengsara

Alkisah



Di atas bentangan sajadah
Ku berdoa dengan tangan menengadah
Berharap negeriku dipikul sang amanah
Berharap negeriku bukan negara antah berantah
Dipimpin oleh Abrahah gegabah
                                            
Sungguh anugerah yang membuncah
Ketika mendapati negeriku kaya raya
Sumber daya alam tercurah
Sumber daya manusia melimpah
Di setiap pulau, wilayah, provinsi dan daerah
Ibukota, kabupaten, desa yang dipenuhi sawah-sawah
Dengan bangsa yang ramah tamah
Melawan penjajah pantang menyerah
Ku berharap
Negeriku selalu menawan indah
Tanpa perpecahan dan sampah
Tak rela negeriku dijadikan sapi perah
Oleh ekonom-ekonom yang serakah

Senin, 04 November 2019

PUISI TENTANG TUHAN


HANYA TUHAN YANG TAHU
From: UMI KHAMDANAH

Tak pantas bila awak memprediksi
Apa yang akan hadir di esok pagi
Apa nasib suratan takdir sang abdi
kita hanya becus menakar dan menyirami
untuk menanti buah berbiji
Di masa nanti, hanya Tuhan yang mengetahui
Ikhtiar dan menyandarkan rasa bertawakkal kepada-Nya adalah yang esensi

Sudah barang tentu penantiannmu hanya berujung menemuiNya
Sebagai destinasi utamanya
Sedangkan yang lain hanyalah jembatan semata-mata
Masa depan adalah rahasia yang nyata

Jika gamang dan khawatir menghampirimu
Rasa takut terbayang menyerbu
Lepas perkara satu tumbuh seribu
Seperti tiada hentinya menderu
sesungguhnya itu adalah alami dari kehidupan yang penuh liku-liku



Jumat, 18 Oktober 2019

PUISIKU TENTANG RINDU


PUISI KE 1
RINDU DI USIA SENJA
Di tengah hiruk pikuk pesta
Hampa menerpa, sepi mendera
Setiap hari hanya urusan dunia
Tidur makan bekerja

Rona muka tanpa ada sisa bahagia
Diiringi nyanyian lara
Jenuh memenuhi jiwa
Lelah merengkuh raga

Ketika kita sadar usia telah usang
Mata mulai buyar, ruku’ dan sujud mulai goyang
Lemparkan jangkar tepislah bimbang
Tebar pandangan Sang Raja berlari mendekat penuh sayang

RinduNya tak bertepi
RinduNya bak kobaran api
RinduNya tak mengenal balas jasa
Walau senja telah bersua

Kenapa rindu ini baru hadir
Dikala akal hidup sudah akan berakhir
Hanya manusia yang berpikir
Yang mampu merengkuh rinduNya selama berjaya dan berkarir

PUISI KE 2
RINDU YANG MENUSUK
Ada satu rindu yang aku kehilangan pena untuk menuliskannya
Tapi sangat ingin mengasumsikannya
Rasa yang menjadikan hati berbunga sekaligus tertusuk duri
Hati terasa terusik antara keinginan menanamnya atau menebangnya

Rasa itu menerjang kita
Membuat peka terhadap angin yang berhembus semilir
Terhadap burung yang berkicau dan air mengalir
Terhadap panjang pendeknya kumis anak kucing yang teroganisir

Sepanjang hari memikirkannya
Sedang dudukkah dia
Sama seperti yang kita lakukan di sebelah meja
Apakah ada rindu yang sama di sana

Rindu akan membawa kita pada kesepian
Membuat kita menyadari rasa hening itu ada, hampa itu ada
Rasa itu adalah alasan yang tepat yang membuat ulat berubah menjadi kupu-kupu

Bersua itu hanya menunggu nyata
Jelasnya entah kapan berjumpa
Dia sibuk aku bisa, Aku sibuk dia banyak acara
Klise jika kopdar yang hanya dikata
Obat rindu adalah video call dan WA

Wajar  jika tak lama jumpa
Atau limpahan rasa yang sedang jauh dari wisma hamba
Rindu kadang membuat konyol dan berat kepala
Bertanya-tanya bagaimana perasaannya

Biodata
Nama                           : Umi Khamdanah
Tempat tanggal lahir   : Batang, 27 Februari 1987
Alamat                                    : Jl KH Hasyim Asyari Setono gang 8/sunan Belakang TPQ Sabilul

  Hidayah kota Pekalongan
JK                                : Perempuan
Profesi                         : Wiraswasta

Rabu, 16 Oktober 2019

DIA TAK PEDULI



Mujur tak datang menghampiri
Ombak berdebur tak kunjung menepi
Awan berarak melambat tak peduli
Ku sadar kau telah pergi

Senin, 14 Oktober 2019

LEBIH DARI SAHABAT



OLEH : UK

SAHABAT...
Kita bersua dan saling menyapa
Kita bercengkrama setelah sehari lelah bekerja
Kita berjanji hingga raga menua
Kita melewati masa dengan bergandengan tangan bersama

Kita bersahabat lebih dari sahabat
Kita kadang berbeda pendapat tapi tak sampai bergulat
Kita tak pernah peduli dengan gunjingan tetangga dekat
Atau desas-desus angin yang ingin menghantam kita kuat-kuat

Menanjak dan menurun bagian dari petualangan kita
Yang hanya bisa kita rasa dengan segenap tenaga dan jiwa
Mereka kira kita bahagia tak pernah bersengketa
Mereka kira kita adalah pegunungan yang indah dilihat dari kota

Minggu, 13 Oktober 2019

PUISI TENTANG BAPAK SOEKARNO



Di Astono Mulyo, Berpayung atap joglo
Terbaring disana, sang maestro, Putra Koesno Sosrodiharjo

Persemayamannya sederhana, Sesederhana pemakaman di sekelilingnya
Tak sebanding dengan kiprahnya tak sebanding dengan jasanya
Dari generasi ke generasi pebaringan itu tak pernah sepi
Selalu dikunjungi oleh putra putri bangsa negeri ini

Sejenak terkenang tutur kata beliau yang hidup berjuang menggebu-gebu
Mengajak bangsanya bahu membahu mengusir penjajah, melepas belenggu
Bapak Soekarno pahlawan berkharisma presiden pertama Indonesia
Pandangan dan adicitanya mulia mengangkat derajat rakyatnya di mata dunia

Mungkin ada baiknya kata-kata bijak sang putra fajar kita renungkan
yang dulu pernah diucapkan
Kata-kata yang menghujam relung hati kata-kata yang menyentuh di sanubari
Kata-kata yang sulit dimengerti namun terbukti saat ini
Agar Indonesia bermartabat dan berdikari
Tak bergantung pada negara lain dalam membangun negeri

Kita yang dulu dapat menyatukan perbedaan sekarang menjadi sumbu-sumbu perpecahan
mudah dipancing hasutan ditunggangi mereka yang punya kepentingan

Benar kata Beliau....
Perjuangan beliau mudah
Melawan penjajah
Perjuangan kita susah
Karena melawan bangsa sendiri


Rabu, 02 Oktober 2019

PUISI NEGERIKU

Alkisah
Di atas bentangan sajadah
Ku berdoa dengan tangan menengadah
Berharap negeriku dipikul sang amanah
Berharap negeriku bukan negara antah berantah
Dipimpin oleh Abrahah gegabah
                                            
Sungguh anugerah yang membuncah
Ketika mendapati negeriku kaya raya
Sumber daya alam tercurah
Sumber daya manusia melimpah
Di setiap pulau, wilayah, provinsi dan daerah
Ibukota, kabupaten, desa yang dipenuhi sawah-sawah
Dengan bangsa yang ramah tamah
Melawan penjajah pantang menyerah
Ku berharap
Negeriku selalu menawan indah
Tanpa perpecahan dan sampah
Tak rela negeriku dijadikan sapi perah
Oleh ekonom-ekonom yang serakah

Selasa, 24 September 2019

TEMANKU SEORANG KAKEK

Dia adalah temanku yang paling tua
Dia kurang ingat dimakan usia
Buku dan pena adalah teman setianya
Sebagai tali kekang prakarsa

Les Mandarin menemaninya sore hingga pagi
Semangatnya bagai bara api selalu berenergi
Senantiasa berupaya biarpun tak belia lagi
Satu semester ke Tiongkok kakek pergi

Kakek adalah andalan
Kakek adalah jagoan
Kakek selalu turun tangan
Tawar menawar dagangan, berujar bagai kawan

Pesan kakek
Ku taklukkan tembok besar cina
Walaupun raga tak lagi muda
Ku tak surut bertutur bahasa
Sehingga hafal beribu kata

Rabu, 04 September 2019

Guru di Tanah Papua


Banyak guru yang tak betah mengajar di Papua
Makan seadanya, hidup mahal penuh biaya
Mandi hanya di saat musim hujan tiba
Tak mengapa di pelosok jauh dari kota

Alamat

Berbagi Kebahagiaan, ilmu yang pernah diajarkan kepada saya.
Terima Kasih untuk guru, teman dan keluarga tercinta.

ads

loading...