Minggu, 22 Januari 2017

MENGAPA SAYA MEMILIH AL AKHWAL ASY SYAKHSIYAH

Pertanyaan yang selalu menghampiri saya jika ditanya tentang kuliah. Pertanyaan itu sudah ditanyakan beberapa kali oleh beberapa orang.
Bulan kemarin ketika saya mengumpulkan LPJ BOP di Dinas Pendidikan, ada guru dari daerah Prilangu Pekalongan Selatan yang juga akan mengumpulkan LPJ. Kami berdua pada awalnya ingin bertemu dengan Pak Iwan. Berhubung Pak Iwan masih takziyah di daerah Tangkil dan beliau tidak muncul-muncul hingga adzan dhuhur, akhirnya kami memutuskan untuk mengumpulkan LPJ ke Bu Rosidah.
Kami berbincang-bincang di ruang tunggu. Banyak yang kami bicarakan, mulai dari asal lembaga, alamat dan asal perguruan tinggi. Ternyata kami mempunyai kesamaan, yaitu sama-sama pernah belajar di STAIN Pekalongan. Sekarang IAIN Pekalongan. Bedanya dia masuk di jurusan Tarbiyah Pendidikan Agama Islam, sedangkan saya masuk di jurusan Syariah Hukum Keluarga Islam (HKI) / Al Akhwal Asy Syakhsiyah.
Dia bertanya kepada saya kenapa saya memilih jurusan tersebut, padahal waktu itu saya sudah masuk di lembaga pendidikan. Jawabannya saya bagi dua, yaitu jawaban serius dan jawaban nyleneh (bercanda). Saya akan menjelaskan jawaban serius terlebih dahulu.


1. What is Al Akhwal Asy Syakhsiyah.
Orang tertarik pada sesuatu hal biasanya berawal dari rasa penasaran. Saya penasaran dengan kalimat AL AKHWAL ASY SYAKHSIYAH. Apa itu Al Akhwal Asy Syakhsiyah? Menurut ensiklopedi Hukum Islam REPUBLIKA.CO.ID, Ahwal artinya keadaan; Asy-Syakhsiyyah artinya pribadi atau perseorangan. Al-Ahwal Asy-Syakhsiyyah adalah hukum yang menyangkut masalah keluarga, seperti hukum perkawinan, perceraian, warisan dan wasiat. Waktu itu saya benar-benar tidak tertarik dengan jurusan lain hanya karena melihat namanya. Tarbiyah PAI, Bahasa Arab, Ekonomi Islam dan Ushuludin. Rak minat blasss

2. Kajian Kitab Kuning
Saya dulu mengira di jurusan HKI pembahasannya menggunakan kitab kuning semua. Ternyata kajian kitab kuning hanya saya temui satu kali pada pembahasan kitab Taqrib mata kuliah kajian kitab kuning. Pembahasannya pun hanya pengenalan kitab kuning. Ini lho yang namanya kitab kuning. Sebenarnya saya sempet kecewa waktu itu. Kenapa sebagian besar bukunya berbahasa indonesia. Tapi akhirnya saya menyadari bahwa STAIN Pekalongan bukanlah pondok pesantren. Jika dipikir-pikir saya masuk pondok mungkin orang tua harus mengeluarkan biaya lagi, saya tidak bisa bekerja dan malah target yang akan saya capai malah tidak tercapai.
Sebenarnya jika ingin belajar kitab kuning ada gantinya seperti Madrasah Diniyah di malam hari, tapi berhubung waktu itu peminatnya sedikit, tidak ada teman perempuan yang benar-benar mau menemani saya, akhirnya saya terpaksa keluar dari Madrasah Diniyah. 

3. Ilmu Falak (Arah kiblat, waktu sholat dan awal bulan Hijriyah) 
Ada satu guru saya yang juga lulusan Syariah HKI. Dia pernah menunjukkan alat penunjuk arah kiblat di Madrasah Diniyah. Saya semakin penasaran, mengapa harus menggunakan alat itu. Ada kompas dan benang panjang yang digunakan untuk menunjuk arah kiblat. Ketika kuliah akhirnya saya paham bahwa benang tersebut diletakkan sejajar dengan arah kiblat yang tentunya diketahui setelah mengetahui letak Bujur, Lintang, derajat dan sudut busur kota Pekalongan.
Waktu sholat juga menarik pembahasannya. Seperti pelajaran matematika. Untungnya ketika pembahasan tentang perhitungannya, kita hanya memasukkan data yang sudah tersedia tanpa harus mengetahui dari mana rumusnya berasal seperti dulu matematika di SMA. Sistem tes semesternya juga open book, karena dosennya sudah paham mahasiswa bakalan kesulitan jika menghafal rumusnya. 


  Rumus Waktu sholat

Penentuan awal bulan Hijriyah lebih rumit lagi rumusnya. Kurang lebih mirip dengan waktu sholat. Menurut saya metode hisab lah yang paling membutuhkan banyak waktu untuk menyelesaikannya. Rumusnya bisa memenuhi dua halaman folio dan membutuhkan 1 jam untuk menyelesaikannya. 

 Ini Metode Perbandingan Tarikh. Kelihatan ruwet kan... Metode hisab lebih ruwet lagi. : D

Saya dulu juga merasa kurang waktunya jika menghadapi ujian mata kuliah ilmu falak. Tidak ada waktu untuk mengecek ulang perhitungan kita. Bagian yang menyenangkan ketika belajar ilmu falak adalah ru'yatul hilal. Kita satu angkatan membawa teropong menuju lantai gedung tertinggi di kampus. Teropong itu diarahkan ke bulan. Teropongnya sudah diprogram untuk mengikuti pergerakan bulan. Sambil menanti bulan, kami menikmati pemandangan sunset pada sore hari.
Saya akhirnya menyadari betapa besarnya sumbangsih ulama yang menekuni ilmu falak ini, walaupun saya sendiri setiap awal bulan membawa teropong untuk melihat bulan. Setidaknya ilmu falak ini juga mengobati rasa penasaran saya terhadap jurusan Syariah HKI.

Sekarang kita beralih ke jawaban Nyleneh. Mengapa saya memilih jurusan Syariah HKI.

1. Duit,, duitku... mbayar dewe. Karepku pak milih jurusan sak senengku. (Uang.. uangku. Saya membayar sendiri, terserah aku mau memilih jurusan sesukaku). :D
Pada hakekatnya uang yang kita punya sebenarnya bukan milik kita. Iyo paham duit mung titipane gusti Allah. Tapi saya paling tidak suka jika ada orang yang ikut campur urusan pemilihan jurusan yang akan saya ambil ini. Dulu saya sempat ditentang oleh beberapa teman. Setiap orang prinsipnya berbeda-beda kan... Logikanya kalau bekerja di lembaga pendidikan, ya kuliahnya harus pendidikan. Saya tidak peduli omongan teman. Orang tua saya juga fine-fine saja. Sampai sekarang saya tidak pernah menyesali masuk ke jurusan Syariah, karena saya tahu kelemahan saya. Walaupun begitu, saya tetap mengikuti berbagai pelatihan, workshop dan diklat pendidikan untuk menunjang keilmuan pendidikan. Sebenarnya jurusan Syariah juga tidak jauh-jauh beda dengan jurusan Tarbiyah. Menurut saya sebelum belajar ilmu pendidikannya, tidak ada salahnya kan mendalami ilmu yang lain yang dirasa kita sangat membutuhkannya untuk kehidupan sehari-hari.

2. Menjelajahi Tempat yang Berbeda  
Seumur hidup melihat gedung sekolah rasanya boring. Sekali-kali belajar di tempat lain. Jurusan Syariah HKI itu tempat praktiknya di KUA dan Pengadilan Agama, Jadi kita melihat kebahagiaan dan kesengsaraan secara nyata bukan teori. :D. Sebenarnya kalau ada rejeki lebih, saya masih ada keinginan belajar lagi dan tentunya di tempat yang berbeda. Semoga seumur hidup saya selalu belajar dan belajar, karena nyatanya semakin kita belajar maka kita akan semakin merasa bodoh.   

2 komentar:

  1. aku malah baru tahu mba ada jurusan ini si stain.
    masih mending kamu kayake...belajar keluarga, cewek banget.

    BalasHapus
  2. Mending? :D emangny mbk innayah gk mending?? :D

    BalasHapus

Alamat

Berbagi Kebahagiaan, ilmu yang pernah diajarkan kepada saya.
Terima Kasih untuk guru, teman dan keluarga tercinta.

ads

loading...