Kamis, 17 Agustus 2017

JADI GURU OLAH RAGA SIAPA TAKUT

Dulu saya mempunyai teman dekat ketika SD, namanya Ani (nama samaran). Kedua orang tua Ani berpandangan bahwa anak perempuan sebaiknya lulus SMA saja dan menikah muda. Sedangkan anak laki-laki bisa sekolah tinggi dan sebaiknya menjadi guru, syukur-syukur menjadi Pegawai Negeri Sipil. 
Sesuai dengan yang dicita-citakan orang tuanya, si Ani lulus SMA dan menikah pada usia 25 tahun. Adiknya yang perempuan juga sama lulusannya dan sudah punya calon suami, mungkin sebentar lagi akan menikah. Sedangkan adik Ani yang laki-laki kuliah hingga S1 dan mengambil jurusan Tarbiyah. Namanya Bilal (nama samaran juga).
Walaupun kakaknya adalah teman saya sejak kecil, si Bilal juga mengenal saya karena saya sering mendatangi rumah mereka dulu ketika saya bermain dengan si Ani. Si Bilal ini anaknya cukup penurut dengan orang tua walaupun dia sebenarnya ingin mengambil jurusan selain guru. Dulu dia kuliah sambil berjualan majalah. Sekolah kami langganan majalah ke Bilal beberapa bulan hingga ia berhenti sendiri. Ia tidak kelihatan batang hidungnya menawarkan majalahnya ke sekolah dan terakhir yang saya ketahui dia mengajar di luar kampung.
Hingga suatu ketika ada kabar dari adik saya yang bertemu Bilal di sebuah acara masjid. Bilal sudah menjadi guru olah raga di sebuah SD daerah Sapuro Pekalongan.  Sebelumnya dia bekerja di SD daerah Kauman Pekalongan. Dia bekerja sebagai staff Tata Usaha. Dia menjalaninya selama kurang lebih satu tahun. Pada tahun berikutnya di sekolah tersebut ada pergantian kepala sekolah sehingga dia diberhentikan sementara waktu karena ada penertiban administrasi sekolah. Kepala sekolah SD tersebut berjanji akan mengundangnya bekerja kembali jika administrasinya sudah rapi.
Penertiban SD Kauman Pekalongan ternyata membutuhkan waktu yang lama sehingga Bilal mengira kepala sekolahnya sudah lupa dengan dia. Dalam masa-masa penantiannya diundang kepala sekolah itu, Bilal mencoba melamar pekerjaan di sekolah-sekolah yang lain. 
Suatu ketika ada sekolah yang membutuhkan guru dan Bilal dipanggil ke sekolah itu. Sekolah itu terletak di daerah Sapuro Pekalongan. Sekolah tersebut membutuhkan guru olah raga. Pada saat SD Sapuro memanggil Bilal, SD Kauman juga menghubungi Bilal untuk berangkat kembali. Pada saat itu Bilal kebingungan, mau memilih menjadi staff TU atau menjadi guru olah raga yang masih berbau-bau jurusan guru. Akhirnya dia memutuskan menjadi guru olah raga.
Sebenarnya dia tidak mempunyai skill guru olah raga, akan tetapi dia nekad dan tetap melanjutkan menjadi guru olah raga. Mungkin pikir dia paling-paling pengajarannya hanya seputar lari, lompat, push up, sit up, senam, permainan bola dan bulu tangkis. Gampang lah... Tinggal suruh anak balapan lari. Tinggal suruh anak lompat tali. Tinggal suruh anak gerak-gerak badan ketika senam mengikuti instruktur gurunya. Tinggal suruh-suruh anak melakukan aktifitas olah raga.
Giliran olah raga renang nih.
"Anak-anak... hari ini kita renang ya..."
"Ya pak"
"Siapa yang bisa renang silahkan maju dulu..."
"Saya pak..."
Anak tersebut maju. Begitu juga anak berikutnya yang sudah pandai berenang. 
Muncul masalah ketika ada anak yang pura-pura tidak bisa renang.
"Pak saya tidak bisa renang"
"Kenapa tidak bisa renang"
"Contohin dong pak cara renangnya"
"Oke" Padahal Bilal ini jujur saja tidak bisa renang.
Si Bilal masuk ke kolam renang sambil senyum-senyum. Akhirnya dia renang dengan gaya batu.
"Waawawawa.... pak guru tidak bisa renaaaaaaang"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Alamat

Berbagi Kebahagiaan, ilmu yang pernah diajarkan kepada saya.
Terima Kasih untuk guru, teman dan keluarga tercinta.

ads

loading...