Minggu, 12 Maret 2017

MBAH KAJI


Dulu saya punya beberapa simbah. Ada Mak Tuo, Pak Tuo, Mbah Ali, Mbah Siti dan Mbah Kaji. Kalau Mak Tuo dan Pak Tuo berasal dari ibu saya, sedangkan Mbah Ali dan Mbah Siti berasal dari bapak saya. Kalau Mbah Kaji itu sebenarnya ada dua, yaitu Mbah Kaji Ikhsan dan Mbah Kaji Maryam, tapi saya diajari sama nenek saya memanggil mereka berdua dengan panggilan yang sama, Mbah Kaji. Kenapa penggilannya Mbah Kaji? karena mereka pernah naik haji, sehingga kami menyebutnya Mbah Haji. Bahasa jawanya Mbah Kaji.
Mbah Kaji Ikhsan dan Mbah Kaji Maryam ini sepasang suami istri. Mbah kaji Ikhsan masih ada hubungan saudara dengan Mak Tuo. Saya lebih mengenal Mbah Kaji Maryam karena Mbah Kaji Ikhsan meninggal duluan. Beliau adalah seorang perempuan yang menginspirasi saya karena kedermawanannya. Rumahnya berada di sebelah saya, sekarang rumah itu sudah menjadi milik orang. Rumah itu pernah ditawarkan kepada salah satu putra H. Masduki (yang punya rumah makan Garang Asem H. Masduki). Berhubung letaknya di kampung dan jauh dari jalan raya, katanya tidak cocok untuk berdagang, akhirnya rumah itu dibeli oleh H. Khobir, warga Setono Gang 1 Pekalongan.
Sepeninggal Mbah Kaji Ikhsan, Mbah Kaji Maryam dikenal sebagai janda yang kaya raya di Setono. Apalagi dia tidak mempunyai anak, sehingga kekayaannya dia gunakan untuk dirinya, masyarakat sekitar dan juga sedulur-sedulurnya. Dia hobi naik haji, hobi berzakat, hobi ngajak sedulurnya jalan-jalan ke luar kota (saya pernah diajak juga lho) dan hobi mengadakan pengajian yasinan setiap malam jum'at kliwon. Kadang ia mengajak salah satu sedulurnya untuk menginap di rumahnya. Saya dan salah satu adik saya juga pernah diajak beberapa kali menginap di rumahnya ketika bulan Romadhon. Sebelum imsak dia mengajak kami sahur di dapurnya, kemudian dia membuka jendela dapurnya yang menghadap ke rumahku. Waktu itu orang tua saya menyapa dari seberang menanyakan sudah sahur atau belum dan lauknya apa.
Rumahnya bisa dibilang besar untuk ditinggali seorang diri. Ukuran rumahnya kurang lebih dua setengah kali lipat rumah saya. Tempat tinggalnya sekarang sudah berubah. Ada rasa sedih dan juga senang ketika melihat rumah dan tanahnya sudah berubah. Sebagian besar tanahnya yang berada di sebelah rumah saya sudah berubah menjadi gedung pertemuan. Gedung Akwan Sport namanya. Sejak ada gedung itu, bagian rumah orang tua saya yang berada di sebelah timur tidak lagi bisa terkena sinar matahari langsung. Selain itu bagian belakang rumah tidak ada lagi pepohonan rindang. Tidak ada lagi pohon kelapa, pepaya, jambu air, jambu biji, nangka, bambu, randu, pisang, daun salam, kueni, sirsak, sirkaya, jeruk dan daun salam kojo.
Senangnya ya... hanya sebatas penggunaan untuk kegiatan belajar Al Fawas, olahraga dan tempat hajatan. Oya satu lagi, kebun belakang rumah yang jadi bagian dari gedung sudah tidak lagi digunakan untuk membuang sampah. Kebiasaan orang-orang kita itu kalau buang sampah ya di kebun belakang kalau tidak ya di sungai. Alhamdulillah sekarang ada program jemput sampah di Setono, sehingga sampah-sampah warga dilarikan ke TPA pusat Gamer Pekalongan.
Ada kenangan-kenangan lain ketika Mbah Kaji masih hidup diantaranya adalah makan lotekan ramai-ramai. Dulu Mbah Kaji Maryam sering ngajak nglotek di samping rumah saya. Biasanya dia yang membawa gula jawa dan buahnya. Pernah juga kami diajak ke pabrik ricemilling di daerah Degayu Pekalongan untuk mengawasi beberapa karung padi miliknya untuk digiling menjadi beras. Dia juga sering meminta bantuan saya jika ingin membeli sesuatu di warung. Pulangnya saya diberi upah. :D.
Perjalanan yang paling saya ingat ketika bersama Mbah Kaji Maryam adalah berkunjung ke rumah ponakannya di daerah sekitar Jakarta. Kami berangkat setelah isya' dari Pekalongan dan sampai ke sana setelah adzan subuh. Kemudian kami menginap di sana beberapa hari. Waktu itu yang diajak adalah saya dan adik pertama saya. Beberapa hari kemudian kami diajak ke Taman Buah Mekarsari yang pada waktu itu saya pahamnya berada di Jakarta. Saya dulu nurut saja dan orang tua mengijinkan. Padahal kalau sekarang dipikir-pikir, orang tua saya dulu pasti khawatir, saya masih sekolah dasar waktu itu kok mau-maunya diajak ke luar kota tanpa orang tua. Kenangan bersamanya masih saya ingat hingga saat ini. 

5 komentar:

Alamat

Berbagi Kebahagiaan, ilmu yang pernah diajarkan kepada saya.
Terima Kasih untuk guru, teman dan keluarga tercinta.

ads

loading...