Kamis, 02 Maret 2017

USTADZAH AL FAWWAS

Tidak terasa saya sudah 6 bulan di Al Fawwas. Dalam jangka waktu 6 bulan itu saya akhirnya mengenal satu per satu asatidz Al Fawwas. Bertemu dengan mereka itu adalah kesempatan emas untuk menimba ilmu. Jika tidak ada acara rapat atau waktu luang saya sangat senang sekali berbincang-bincang dengan mereka setelah maju tilawah. Pingin tahu yang beda-beda gitu lho. Membahas perbedaan itu tak ada habisnya. Apalagi jika pembicaraannya santai dan tidak menimbulkan pertengkaran. Seperti kemarin saya mengajak ngobrol salah satu guru Al Fawwas, ustadzah Fahita. Kebetulan dia kenal dengan teman kuliah saya dulu yang sekarang sudah mengajar di SMP IT Sokorejo Kalibaros Pekalongan, namanya Imroatun Navida panggilannya Vida.
"Ustadzah Fahita selain ngajar di Al Fawwas ngajar dimana?" Tanya saya.
"SMP IT Sokorejo Kalibaros di sana." Kata Ustadzah Fahita sambil menunjuk arah selatan.
"Berarti kenal Vida, Imroatun Navida?" Kataku.
"Ya... Oh dia temannya mbak Umi ya?"
"Ya." Jawabku. "Dulu kuliah bareng." 
Ustadzah Fahita manggut-manggut mendengar jawabanku.
"Saya kagum dengan ustadzah Vida. Dia orang NU ya? Kenapa ya orang NU kalau ngafalin Qur'an pinter-pinter." Kata ustadzah Fahita. "Ustadzah Vida itu nglotok banget ngafalin Al Qur'an 30 juz. Kadang tanpa persiapan pun dia maju saja. 30 juz dibagi dua, kadang seperempat, semuanya bisa. Saya sendiri untuk maju ngafalin esok hari, malamnya dibela-belain nglembur untuk persiapan maju besok."  
Saya terkekeh mendengarnya. Ada-ada saja nih ustadzah Fahita : D. Apa kaitannya NU dengan hafalan coba? Ustadzah Fahita saja kagum apalagi saya yang baru tahu kalau Vida diberi anugerah seperti itu. Dulu waktu kuliah yang saya tahu Vida itu seorang hafidzoh. Dia mondok di Jogja. Sebatas itu saja tidak lebih. Menurutku sebuah organisasi tidak mempengaruhi hafalan Al Quran. Bisa jadi metode yang digunakan berbeda sehingga hasilnya pun berbeda. Bisa juga karena faktor IQ, doa dan lingkungan. Kayak gitu kali ya.....
Si Vida disebut sebagai pengikut NU. Lalu saya apa ya? Saya sendiri kadang ragu untuk melabeli saya, apakah saya NU atau Muhammadiyah. Saya tidak pernah mengikuti kegiatan organisasi NU, Muhammadiyah dan organisasi agama islam yang lainnya. Akan tetapi saya pernah sekolah di sekolah swasta berbasis NU dan Muhammadiyah.
"Kalau ustadzah Fahita mengartikan 'Laa yamassuhu illa almuthohharun' itu seperti apa dan menganut yang mana?"Pembicaraan kami berlanjut lagi.
"Laa yamassuhu illa muthohharun itu artinya ada tiga. Pertama, yang tidak boleh memegang Al Quran itu non muslim. Kedua, yang tidak boleh memegang Al Quran itu orang yang masih berhadas besar. Ketiga, orang yang tidak boleh memegang Al Quran itu orang yang masih berhadats kecil. Kalau saya pilihnya yang pertama."
"Kalau Vida pilihnya yang mana?" Tanyaku.
"Dia kayak mbak Umi, kalau masih haid gak mau pegang Al Quran." Jawab Ustadzah Fahita sambil tersenyum. Saya ikut-ikutan senyum. Dia melanjutkan pembicaraan lagi. "Pondok Muhammadiyah itu metodenya beda-beda. Begitu juga NU. Kalau pondoknya ustadzah Vida di Jogja itu menganut paham jika sudah hafal Al Quran, otomatis kita sudah mempunyai sanad. Tapi kalau di pondok saya dulu ketika hafalan Al Quran sudah selesai 30 juz, maka setelah itu ia harus belajar lagi tentang ilmu sanad." Duh... kok bahasnya sanad-sanad gitu. Orak mudeng. : D. Wah... saya jadi penasaran tentang sanad-sanad nih.

2 komentar:

  1. kalau obrolan orang berilmu memang begitu ya mba, selow...meksipun berbeda pandangan.

    BalasHapus

Alamat

Berbagi Kebahagiaan, ilmu yang pernah diajarkan kepada saya.
Terima Kasih untuk guru, teman dan keluarga tercinta.

ads

loading...