Rabu, 07 Desember 2016

BELAJAR NON MUKIM PART II


Saya tidak menyangka jika suatu saat akan mempelajari Makhorijal Huruf lagi. Belajar non mukim dari awal lagi. Mulai dari huruf alif hingga ya. Tidak ada bayangan akan belajar ilmu fasoha atau ngaji fasih. Malah dulu cita-citanya ingin mempelajari arab gundul dengan guru yang berbeda. Saya mempunyai beberapa kitab gundul yang dalamnya berwarna kuning. Kitab tersebut bisa juga disebut dengan kitab kuning. Ada beberapa kitab yang saya beli tapi dalamnya masih polos belum ada coretan. Saya membeli kitab-kitab tersebut dengan harapan suatu saat jika ada kesempatan belajar lagi, saya akan menggunakan kitab-kitab yang sudah saya koleksi. Rasanya dulu belajar di Madin serasa hanya kulit arinya. Belum masuk ke kulit, daging, tulang dan organ dalam. Maklum, bukan lulusan pondok pesantren.
Saya tidak tahu kenapa malah belajar ilmu fasoha. Padahal saya tidak mempunyai kitab atau buku tentang makhorijal huruf. Hanya karena ada seorang teman yang kebetulan belajar ilmu fasoha, saya penasaran dan mengikuti kegiatannya hingga sekarang. Ternyata belajar mengulang pelajaran yang dulu semasa kecil kita pelajari dengan guru yang berbeda itu rasanya "sesuatu banget". Apalagi cara pengajarannya berhadapan langsung dengan ustadzah, kita bisa melihat langsung bagaimana cara melafalkan huruf dengan benar. Ustadzahnya cukup teliti, tahu mana yang tebal, tipis, tawasut, mulut kurang membuka, bibir kurang maju dan lain sebagainya. Ketika saya sudah masuk membaca ayat dan surat, tingkat kesulitannya jauh lebih tinggi dibanding dengan mengeja satu huruf. 
Saya akhirnya paham mengapa bapak saya dulu pernah mengatakan bahwa tidak semua orang betah atau bertahan belajar membaca Al Quran dengan fasih. Saya sendiri belum tahu, seberapa jauh saya akan bertahan. Apalagi jika melihat beberapa teman yang kurang mendukung hanya karena melihat tampilan fisik ustadzahnya. 
Ada beberapa teman saya yang menganggap seorang wanita berjilbab super lebar itu adalah wahabi. Saya tidak tahu, bagaimana jadinya jika suatu saat teman saya tersebut mengetahui bahwa saya sering bergaul dengan mereka. Apakah saya akan ditendang dari TPQ. Saya kadang berangkat diam-diam mengamati sekitar barangkali teman saya yang antipati tersebut sedang berjalan di dekat tempat saya belajar. Kebetulan lokasinya berdekatan. Untungnya bapak saya adalah seorang ayah yang demokratis. Selama yang diajarkan bukan sesuatu yang sesat, apa salahnya didekati dan dipelajari. Apalagi yang dipelajari adalah ilmu fasoha. Ilmu yang langka bagi saya, ilmu yang mungkin hanya bisa ditemui di tempat-tempat tertentu. 
Saya salut dengan teman-teman yang datang dari luar kampung saya. Mereka selalu bersemangat untuk belajar non mukim di dekat rumah saya. Ada yang dari Tirto, Podo Sugih, Sugih Waras, Sapuro, Bendan dan bahkan ada yang dari Kajen. Sebagian ada yang sudah hafal beberapa juz, sebagian ada juga yang masih tahsin (memperbagus bacaan) seperti saya. Mereka ada yang berjilbab besar dan sedang. Saya yakin teman-teman yang berjilbab sedang tidak ada pemikiran bahwa ustadzahnya yang berjilbab besar adalah seorang yang wahabi. Bagi saya hanya orang-orang yang berpikiran sempit saja yang menyebut mereka wahabi. :D
Sadarlah.... ini tahun 2016. Jangan mau dipecah belah. Kita Islam, tuhannya Allah SWT, sholatnya sama menghadap kiblat, sholatnya sama 5 waktu. Mau NU atau Muhammadiyah, jangan diperuncing. Pelajari semuanya, insya Allah semua ada dasar dan dalilnya. Positif thinking saja.

Baca Juga :
1. RENOVASI ATAP DALAM RUMAH
2. BIMBINGAN PEMUSTAKA
3. OLEH-OLEH DARI SLBN MERBABU
4. BELAJAR NON MUKIM
5. LAGU JAWA, TEMBANG SEMARANG ASEME ARANG
6. RABU WEKASAN

2 komentar:

  1. hahaha..iya mba begitulah.aku pernah di lingkungan yg mayoritasnya wahabi *mungkin tapi ya aku tetep kok megang keyakinan NU ku dg tidak jelek2in mereka juga. ngaji bareng, nek misal ada yg ga sesuai ya diabaikan wkwkkw.

    BalasHapus

Alamat

Berbagi Kebahagiaan, ilmu yang pernah diajarkan kepada saya.
Terima Kasih untuk guru, teman dan keluarga tercinta.

ads

loading...