Rabu, 20 April 2016

ORANG PINTAR YANG TIDAK DIANGGAP

Bagaimana rasanya sudah ayem-ayem bekerja dengan gaji yang menggiurkan, sudah PW (Posisi Wueeeeenak) tiba-tiba disuruh pindah oleh walikota ditempatkan ke tempat lain? Mau bilang tidak tapi kok yang menyuruh walikota. Mau bilang iya, gaji di tempat yang lama lebih besar dibanding gaji di tempat yang baru. Serba salah.
Hal ini dirasakan oleh seseorang yang masih ada hubungan saudara dengan saya. Namanya mbak Kiyan. Suami Mbak Kiyan ini dulu bekerja di bank A. Bank A terletak di daerah utara kota saya. Bank A ini dulunya kecil dan belum maju seperti sekarang. Pemimpinnya yang dulu tidak begitu lihai mengatur keuangan sehingga terjadi korupsi dan pemasukan bank habis gara-gara perbuatan pemimpinannya. Pemimpinnya yang dulu ditangkap polisi dan masuk penjara sehingga tampuk kepemimpinan dialihkan ke suami sepupu saya. Namanya mas Bim.
Di tangan mas Bim inilah, Bank A berkembang. Dari semula yang saldonya nol berubah sedikit demi sedikit menjadi ratusan juta rupiah. Bangunan bank tersebut juga bertambah bagus dan luas. Dulu bangunan bank A hanyalah sebuah ruangan yang hanya cukup untuk tamu dan teller, sekarang telah berubah menjadi sebuah unit yang bisa menampung beberapa pegawai dan para nasabah yang sudah berlangganan di bank tersebut. Bank A tersebut juga pernah meraih beberapa penghargaan selama kepemimpinan mas Bim.
Dari prestasi-prestasi itulah bank A dan mas Bim dilirik oleh walikota. Tidak tanggung-tanggung bapak walikota pun meminta pemilik bank A untuk meminjamkan mas Bim ditempatkan di bank P (bank milik kota) dengan catatan setelah jangka waktu 2 kali periode masa jabatan, mas Bim bisa kembali bekerja di bank A.
Nasib bank P ini tak ubahnya seperti bank A dulu. Saldo menipis dan administrasi yang tidak memuaskan makanya tak heran jika walikota meminjam mas Bim untuk membenahi bank P. Sebenarnya ada suka dan duka ketika mas Bim masuk ke bank P. Sukanya..... ya pasti lah ada kebanggaan tersendiri dipercaya seorang walikota untuk mengurus sebuah bank yang bisa dikatakan PERLU DITANGANI. Dukanya, bank P gajinya lebih sedikit dibanding bank A dan tentunya mas Bim harus bekerja lebih giat lagi untuk membenahi bank P dari awal.
Waktu berlalu begitu cepat dan tidak terasa periode jabatan di bank P hampir berakhir. Mas Bim lega karena akan pindah ke bank A lagi. Mas Bim juga senang karena setidaknya dia telah mengabdikan ilmu dan tenaganya untuk kemajuan pemkot. Pada waktu jabatannya hampir habis inilah mas Bim menghubungi bank A lagi. Dia bermaksud untuk menagih perjanjian yang dulu, dimana setelah masa pengabdian ke pemkot dia dibolehkan kembali ke bank A. Dia menemui pemimpin bank A yang sekarang.
Pertemuannya dengan pemimpin bank A membuahkan hasil. Dia diperbolehkan kembali bekerja di bank A dengan syarat menemui pimpinan bank A pusat Jawa Tengah di Semarang terlebih dahulu. Singkat cerita hari berikutnya mas Bim langsung berangkat menuju ke Semarang. Dia menemui ketua bank A pusat Jateng dan mengutarakan keinginannya untuk kembali lagi di bank A dan meminta tolong kepada ketua bank A untuk menyampaikan ijinnya ke bapak walikota. Sayangnya ketua pusat bank A menanggapinya dengan hambar. Mas Bim tidak diijinkan lagi bekerja di bank A. Mas Bim tidak tinggal diam, dia mengatakan bahwa dia mask di bank P atas perintah walikota dan ada perjanjian apabila telah selesai masa tugas, mas Bim diperbolehkan masuk kembali di bank A. Ketua pusat bank A menanggapi dengan sinis.
"Kenapa dulu mau dipindah ke bank P? Pak Bim ini bagaimana? kok dulu mau menerima?" Kata Ketua bank A.
"Dulu walikota meminta bantuan saya untuk membenahi bank P dan saya diijinkan dari bank A. Masa saya ijin ke walikota sendiri pak. Bank A kan punya atasan dan berpusat di Semarang. Maka dari itu saya meminta bantuan bapak." Kata mas Bim.
"Saya malu Pak mau ketemu walikota." Ketua berkelit.
"Bapak saja malu apalagi saya yang hanya bawahan." Mas Bim menanggapi.
"Jadi saya tidak lagi diperbolehkan bekerja di bank A, Pak?" Tanya mas Bim.
"Boleh, tapi bukan bank A yang dulu melainkan bank A cabang di kabupaten."
Seketika itu mas Bim membayangkan bank A cabang di kabupaten yang dimaksud adalah bank cabang yang mempnyai administrasi terparah dan membutuhkan penanganan dari nol lagi. Mas Bim berpikir keras apakah akan tetap bertahan di bank P dengan masa jabatan yang akan habis dalam waktu dekat kemudian menjadi staf pegawai biasa jika masa jabatan telah berakhir atau pindah di bank A cabang kabupaten membenahi dari awal lagi.
Mas Bim pulang dengan membawa hasil yang mengecewakan. Sesampainya di rumah dia menemui istrinya dan menceritakan semua yang dialaminya di Semarang. Lemas lunglai rasanya. Apa yang diusahakannya selama bertahun-tahun seketika itu terasa hilang begitu saja. Prestasinya selama mengabdi di tempat kerjanya dan sumbangsihnya di dunia perbankan seolah-olah tidak ada apa-apanya di hadapan ketua bank A pusat Jateng.
Pada hari berikutnya mas Bim kadang melamun, merenung dan ditangisi istrinya, mbak Kiyan.
"Mungkin itu yang terbaik buat mas Bim, sudahlah diterima saja." Kata mbak Kiyan menyemangati mas Bim.
Mbak Kiyan dan saya sendiri menduga-duga, masa dengan mudahnya seseorang yang berprestasi di dua tempat yaitu bank A dan bank P dan sudah diakui prestasinya di pusat jakarta disepelekan begitu saja. Pemimpin bank A yang sekarang enak dong tinggal menikmati hasil jerih payah mas Bim. Apakah ada unsur suap di dalamnya?





 
   

2 komentar:

  1. Baca postingan ini jadi inget sama ilmuan-ilmuan indonesia yang gak pernah dihargai di negrinya sendiri...

    BalasHapus
  2. iya mas. sedih mas dengar ceritanya mbakku. apalagi suami mbakku ini orangnya dermawan. Dia gak suka model suap-suap, mau masuk bank yang dulu ketuanya disuap. dia rela jadi staff bawah lagi tuh mas.

    BalasHapus

Alamat

Berbagi Kebahagiaan, ilmu yang pernah diajarkan kepada saya.
Terima Kasih untuk guru, teman dan keluarga tercinta.

ads

loading...