Minggu, 01 Mei 2016

ARJA KECIL

Beberapa hari yang lalu kepala sekolah mendatangi rumah saya. Dia menyerahkan beberapa kertas pendataan deteksi tumbuh kembang anak. Dia menyuruh saya mendata anak yang akan mengikuti acara pemeriksaan dari puskesmas Sokorejo Pekalongan.
"Kira-kira besok acaranya apa ya?" Tanya ibu kepala sekolah.
"Kurang tahu bu." Jawab saya.
"Imunisasi mungkin ya? Atau pemberian vaksin polio? Kabarnya mau dikasih tetes polio atau vitamin?" Kepala sekolah mengira-ngira.
"Bisa jadi bu... Kabarnya polio sekarang mau diganti yang model suntik ya bu?" Tanya saya.
"Apa iya?" Kepala sekolah mengerutkan kening.
"Kemarin ada sosialisasi vaksin polio mau diganti suntik di paha kanan dan kiri."
"ouh... gitu ya." Kepala sekolah manggut-manggut.
"Kemarin ibu-ibu yang mengikuti sosialisasi ada yang bertanya dan mengeluh, bagaimana jika model suntik itu nanti diadakan? masalahnya yang model pemberian tetes vaksin lewat mulut saja ibu-ibu ada yang susah untuk datang ke posyandu. Karena takut jika anaknya meriang gara-gara reaksi vaksin. Kemudian dokternya menjawab, katanya lebih baik sakit gara-gara reaksi vaksin daripada nantinya sakit kena virus dan lumpuh seumur hidup." Kataku.
"Ouh... gitu ya... tapi benar lho bu, saya juga takut jika anak saya disuntik kemudian meriyang. Saya dulu pernah mengalami sendiri ketika Arja masih kecil. Begitu juga saudara saya yang di Jakarta. Meriyang gara-gara disuntik imunisasi DPT 3. Padahal kakaknya sehat-sehat saja walaupun imunisasinya lengkap. Satu hari setelah disuntik, bekas suntikannya membesar dan melebar hingga ke seluruh kakinya. Saudara kepala sekolah tersebut sudah memeriksakan anaknya dan memberi obat tapi belum kunjung sembuh. Berhubung di Jakarta biaya pengobatannya mahal, ayah dan ibunya terpaksa singgah untuk sementara waktu di Pekalongan demi pengobatan anaknya. Arja juga seperti itu bu."
Wah pantas saja ibu-ibu yang ikut sosialisasi pada waktu itu ketakutan. Kata kepala sekolah badan Arja panas sehari setelah disuntik vaksin DPT 3. Ditambah dengan membengkaknya kaki yang sebelumnya disuntik. Waktu itu kepala sekolah panik dan cepat-cepat pergi ke puskesmas tempat kerja petugas posyandu yang menyuntik Arja.  Sepulang dari puskesmas, obat langsung diminumkan ke Arja. Keesokan harinya panas badannya tak kunjung turun. Kepala sekolah memberi obat untuk yang ke dua kalinya tapi Arja kecil masih saja panas dan rewel. Keesokan harinya kepala sekolah membawa Arja ke dokter lain. Dokter berikutnya tidak berhasil menyembuhkan Arja. hingga lima dokter sudah dicoba semua tapi hasilnya nihil malah bertambah parah. Arja kecil tidak bersuara ketika menangis, tubuhnya lemah tak berdaya, kadang kala tubuhnya kejang-kejang karena saking tidak kuatnya dengan sakit yang dideritanya.
Dokter yang ke lima tidak tinggal diam, dia menyarankan kepala sekolah agar Arja di bawa ke rumah sakit Pekajangan yang katanya ada dokter anak yang sudah lihai menangani anak-anak yang sakit parah. Kepala sekolah tak kalah gesit segera pergi ke Pekajangan, Pekalongan selatan.
"Anaknya kenapa bu?" Tanya dokter.
"Saya tidak tahu dia sakit apa. Awalnya dia meriang gara-gara dulu disuntik imunisasi DPT 3... bla...bla...bla." Kata Kepala sekolah menjelaskan dengan rinci awal kejadian hingga ia disuruh ke Pekajangan.
"Nama dokter yang pernah dicoba siapa saja bu?" Tanya dokter itu.
"Dokter A, B, C, D, E." Jawab kepala sekolah. Dokter tersebut mencatat nama-nama dokter yang disebutkan kepala sekolah.
"Dulu obat yang dikasih apa saja bu?"
"Ini pak, saya bawa semua obatnya."
"Obatnya sudah dicoba semua bu?"
"Sudah semua pak, dan hasilnya mengecewakan. Saya minumkan obat ke anak. Kalo reaksinya mengecewakan baru saya hentikan. Saya bingung pak, anak saya bukannya sembuh malah tambah parah tidak mengeluarkan suara ketika menangis. Kadang tubuhnya kejang-kejang, kemudian lemas."
Dokternya geleng-geleng kepala. Dia dengan sigap meraih Arja dan meletakkannya di atas tempat tidur.
"Mas, ambilkan air dan campurkan dengan ramuan XYZ." Kata dokter kepada asistennya. Kepala sekolah tidak tahu apa ramuan yang dimaksud oleh dokter tersebut. Dokter itu juga menyiapkan peralatan lain yang dibutuhkan.
Dokter itu mencampurkan ramuan XYZ ke dalam air. Arja diangkat ke atas dengan posisi kaki di atas dan kepala di bawah. Arja di tepuk-tepuk pelan oleh dokter kemudian dokter meraih air tadi dan dicipratkan ke tubuh anak. Arja menangis meronta tapi suara tangisnya tidak terdengar. Hanya mimik mukanya yang menjelaskan penderitaannya.
"Anak saya diapakan pak?" Tanya kepala sekolah panik karena tidak tahu tujuan dokter melakukan hal tersebut.
"Anak ibu kelebihan obat dengan tidak didukung gizi yang cukup, sehingga akibatnya seperti ini. over dosis." Kata dokter menjelaskan.
Setelah dirasa cukup memberi ramuan, Arja dimasukkan di sebuah kotak, semacam inkubator.
"Dok, kenapa anak saya dimasukkan ke dalam kulkas???!!" Kepala sekolah ketakutan.
"Sudah tenang saja, itu bukan kulkas. Itu penghangat badan."
Beberapa menit kemudian Arja dikeluarkan. Arja diangkat keatas dan di tepuk-tepuk pelan.
"iiiiiikkk.... iiikkk." Arja bersuara.  Hanya sebatas itu, tapi mendengar suaranya walaupun sebatas iiiiiikkkk, kepala sekolah merasa bahagia luar biasa.
Dokter menyiapkan obat dan memberikannya kepada kepala sekolah.
"Ini nanti diminum. Kalau ada reaksi segera lapor ke saya ya bu..." Kata dokter itu.
Beberapa hari kemudian panas Arja turun dan kembali normal. Intinya hanya anak-anak tertentu yang tidak cocok dengan vaksin imunisasi. Nyatanya saudara Arja yang lain baik-baik saja ketika imunisasi lengkap. Jangan terburu-buru ganti dokter. Usahakan anak dalam keadaan fit ketika akan diimunisasi dan beri gizi yang cukup kepada anak. Apabila anak bertambah parah ketika imunisasi jangan panik. Carilah ilmu sebanyak-banyaknya dari tetangga atau orang tua yang sudah pengalaman imunisasi. Selamat mencoba. Good luck Arja kecil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Alamat

Berbagi Kebahagiaan, ilmu yang pernah diajarkan kepada saya.
Terima Kasih untuk guru, teman dan keluarga tercinta.

ads

loading...