Kamis, 19 Mei 2016

HIDUP ITU KERAS

Saya mempunyai sepupu di daerah Pekalongan Utara. Dari sepupu-sepupu saya yang lain, dia adalah sepupu yang paling tua. Kalau saya main ke rumahnya dia kadang suka berbicara tentang kehidupan. Dia juga kadang menasihati saya. Dia pernah mengatakan bahwa hidup itu keras dan penuh perjuangan. Hidup itu sawang-sinawang. Kadang orang lain melihat kita kelihatan bahagia dan sukses, tapi kita yang menjalani serasa jatuh bangun. Kita menjalani serasa gali lubang tutup lubang. 
Bukan hanya sepupu saya yang curhat dengan saya. Ada beberapa teman dan wali murid yang kadang berkeluh kesah menceritakan hidupnya. Ada yang tegar, ada yang dipenuhi tangisan dan ada pula yang bahagia. Tapi tetap saja sebahagia apapun tetap harus terus berjuang, ada tangis atau kekecewaan di dalamnya. Ternyata mereka sama dengan saya ya. 
Kemarin pun salah satu teman saya datang ke rumah. Dia meminta saya membantu mengetikkan tugasnya. Sambil menjelaskan tentang tugasnya dia juga curhat tentang kehidupannya. Awalnya saya menanyakan tentang teman saya yang suaminya masih ada hubungan saudara dengan teman saya tersebut dan baru-baru kemarin menikah. Ujung-ujungnya pertanyaan saya merembet membicarakan hal yang lain.
"Ouh... itu teman kamu ya, Um." Tanya dia.
"Iya seangkatan dengan saya."
"Ouh... Dia katanya cumloude ya, Um."
"Saya kurang tahu bu. Soalnya dia wisuda lebih dulu."
"Orang tuanya yang bilang kalau dia cumloude."
"Kalau cumloude lumrah bu.. Dia anak yang pandai di kelasnya." Kataku sambil manggut-manggut.
"Tapi menurut saya cumloude di sini berbeda dengan kuliah saya dulu di luar kota bu. Kalau di sini sangat mudah mendapatkan IP 3,00. Kalau saya dulu sulit sekali mendapat IP tinggi."
"Ya betul bu. Teman-teman saya juga ada yang pernah bilang seperti itu."
"Di sini juga bisa mendapat nilai A dengan uang bu."
"Benarkah?" Saya bertanya heran.
"Iya, teman seangkatan saya dulu pernah kuliah dengan saya. Karena dia mengajar dan titelnya tidak dari pendidikan, akhirnya dia kuliah lagi di kota ini. Dia kadang ngasih uang ke dosen sekian juta dan dia mendapat nilai A." 
Saya mendengarkan teman saya dengan seksama dan ia melanjutkan.
"Dia sekarang menjadi dosen bu. Dia lebih sukses dengan saya. Kalau saya bertemu dengannya, dia kadang cerita tentang kesuksesannya. Dia membeli rumah dan mobil sendiri. Padahal dulu waktu kuliah dia IP nya lebih rendah dengan saya. Kenapa dia bisa sukses seperti itu sedangkan saya hanya biasa saja."
Kedengarannya nelongso ya. : D .
"Jenengan itu jangan merendah seperti itu. Nyatanya jenengan punya kios di pasar Banjarsari. Saya kalau memandang jenengan ya kelihatan lebih sukses dari saya bu... Jangan merendah gitu ah..." Kataku sambil tertawa.
"Alhamdulillah... " Kata dia sambil ikut-ikutan tersenyum. Dia meneruskan lagi. "Tapi saya kadang-kadang ada rasa gimana gitu... Kenapa saya yang berjuang lebih ternyata hasilnya biasa saja. Saya akui dia bisa sekolah S2 dan menjadi dosen. Saya gelonya di situ bu. Kenapa saya tidak ambil S2 saja dari dulu..."

Yowes nyatane... Ndewe mong iso ngrencanake tapi yang memutuskan gusti Allah. Yows berjuang kaleh kulo mawon yok bu... Hehehehehe

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Alamat

Berbagi Kebahagiaan, ilmu yang pernah diajarkan kepada saya.
Terima Kasih untuk guru, teman dan keluarga tercinta.

ads

loading...