Senin, 16 Mei 2016

ROTI PURIMAS VS NABATI MILKUAT

Menjadi guru PAUD selama 7 tahun itu ada asam, garam, pahit dan manisnya. Jujur saja saya senang jika ada wali murid yang tiba-tiba datang ke rumah di luar jam pelajaran membawa jajan, makanan atau sekedar bermain memuaskan anaknya yang ingin bertemu saya. Saya juga senang jika ada anak yang ulang tahun, wali murid yang slametan membawa berkat, gurunya dicipratin berkat atau jajan, disapa anak-anak dari kejauhan dan bertemu wali murid yang ramah-ramah walaupun mungkin di rumah mereka sedang banyak masalah. Kadang ada wali murid yang curhat masalah rumah tangga mereka, mereka ingin saya mendengarkan mereka.
Menjadi guru PAUD juga ada dukanya, misal ada anak yang muntah atau mengeluarkan kotoran, mereka kadang tidak diantar oleh orang tuanya maka yang akan membersihkan adalah gurunya. Gaji guru PAUD tidak banyak karena kita dituntut untuk menjadi relawan, kadang wali murid ada yang tidak puas dengan pelayanan kita sehingga mereka mengeluh di kantor ingin anaknya seperti lulusan PAUD favorit. Bayangkan mereka membayar SPP sebesar Rp. 10.000,- per bulan tapi ingin anaknya menguasai berbagai keahlian seperti anak-anak lulusan PAUD atau TK favorit. Ujung-ujungnya kita hanya bisa memberikan penjelasan bahwa ada batasan-batasan dalam pengajaran kita. Kalau mau yang lebih ya monggo coba sekolah di tempat lain dan harus berani membayar yang lebih. Kasarnya seperti itu. : D
Sebenarnya kita menginginkan kesederhanaan. Kita mampunya menyediakan pendidikan yang seperti itu dan alhamdulillah banyak wali murid yang mau mendaftarkan anaknya di sekolah kami. Toh nyatanya PAUD adalah pendidikan non formal, gurunya sukarelawan, mau digaji sedikit dan diakui oleh pemerintah. Tidak masalah mau menyelenggarakan pendidikan 1 jam x 3 hari. Tujuannya adalah mencerdaskan anak-anak Indonesia. 
Kita mengadakan iuran SPP Rp. 10.000,- per bulan dan untuk gizi mingguan kita menarik Rp. 3.000,- per minggu dipotong dari tabungan. Yang menjadi masalah kadang ada beberapa wali murid yang membayar SPP tidak tepat waktu. Ada pula wali murid yang baru membayar SPP setelah tahun ajaran berakhir sehingga ketua yayasan bekerja keras untuk menggaji guru setiap bulannya.
Gizi pun kadang dipermasalahkan. Kemarin ada kejadian seperti ini. Hari senin uang tabungan saya potong Rp. 3.000,- per anak dan saya serahkan ke wali murid yang ditunjuk untuk menyediakan jajan. Hari sabtu 7 Mei 2016 jajan dibagi dan hari minggu wali murid komentar. Sabtu depan tanggal 14 Mei 2016 juga seperti itu. Jajan dibagi dan wali murid komentar.
Permasalahannya hanya karena jenis jajannya. Hari sabtu pertama jajannya roti Nabati dan susu Milkuat. Pas Rp. 3.000,- kan? Tapi reaksi wali murid yang lain sangatlah beragam. Sampai-sampai wali murid yang menyediakan jajan menghentikan langkah saya ketika akan berangkat ke kantor PAUD.
"Bu mau tanya..." Kata wali murid tersebut ketika menghentikan langkah saya.
"Iya ada apa bu?"
"Bu, apakah kemarin saya memberikan jajan roti nabati dan milkuat salah bu? Pantas gak bu? Soalnya wali murid yang lain banyak yang komplain kenapa jajannya hanya seperti itu?" 


"Gak apa-apa bu... yang berlalu biar berlalu." Kataku menenangkan.
Kemudian wali murid tersebut menjelaskan. "Anak saya kalau jajan seperti donat ata sejenis kue basah tidak selera bu, makanya saya hanya membeli makanan tersebut." Saya senyum-senyum mendengarkan. Saya maklumi saja.
Coba bayangkan iuran gizi Rp. 3.000,- disuguhi nabati dan milkuat banyak wali murid yang protes. Yah... mungkin karena alasan tidak pantas atau apalah... Kepala sekolah dan guru yang lain pun protes. Katanya tidak menghormati tapi akhirnya kepala sekolah mau memahami mungkin wali murid tersebut sedang mengalami masalah keuangan sehingga ia hanya mampu menyediakan jajan tersebut atau mungkin tidak tahu.
Hari sabtu kedua jajannya satu dus kecil roti purimas. Saya maklumi karena wali murid yang saya tugasi menyediakan gizi tersebut adalah orang yang bisa dibilang "ber-uang". Bagaimana coba reaksi wali murid yang lain?


Saya dan guru yang lain membawa sekantong plastik besar berisi dus-dus Purimas. Kami membawa ke kelas dan wali murid ada yang bertanya.
"Hari ini ada apa bu?"
"Biasa.... hari Sabtu ada gizi." Jawab salah satu teman saya.
Wali murid terkaget-kaget. Hahahaha.
 
 

2 komentar:

  1. Ternyata jadi guru TK gak segampang yang kita lihat yah. Harus ngurusin eek juga lagi.
    Semoga saja emak-emak yang punya anak masih TK baca ini, biar sadar.

    BalasHapus
  2. itu belum apa-apa mas. kalo bikin poposal, LPJ, laporan ke dinas pendidikan, laporan lewat online, lomba paud dll lebih ribet lagi.

    BalasHapus

Alamat

Berbagi Kebahagiaan, ilmu yang pernah diajarkan kepada saya.
Terima Kasih untuk guru, teman dan keluarga tercinta.

ads

loading...