Senin, 23 Mei 2016

MENGAJARI ANAK PIPIS

Saya kadang membeli bakso di daerah grosir Setono. Saya sering kesana jika kebetulan lewat di daerah tersebut.  Kebetulan beberapa waktu yang lalu saya kesana bertepatan dengan libur sekolah sehingga grosir Setono tampak ramai dikunjungi pengunjung. Saya mengajak teman saya dan langsung memesan bakso urat kesukaan saya. 
Beberapa menit setelah saya duduk dan memesan bakso, ada mobil yang datang dan berhenti tepat di depan warung samping bakso. Mesin mobil dimatikan dan ada 3 orang keluar dari mobil tersebut. Saya yakin mereka sepasang suami istri dengan 1 anak laki-laki. Anaknya merengek-rengek ingin pipis. Tanpa berpikir panjang, sang ibu duduk di mobil dengan pintu mobil yang terbuka. Celana si anak dilepas, ibunya memegangi tubuh si anak dan anak itu disuruh pipis keluar mobil. Pipisnya seperti pancuran dan membasahi lantai di bawah mobil.
Saya sedikit terkesima melihat pemandangan tersebut. Untungnya saya masih nafsu untuk memakan bakso yang sudah dihidangkan di hadapan saya. Saya awalnya sudah senang sekali melihat mereka. Pasangan yang serasi, si ibu cantik dan ayahnya ganteng ditambah anaknya yang lucu. Mereka naik mobil tapi mengajarkan anaknya pipis seperti itu. Saya tidak tahu apakah yang mengamati mereka hanyalah saya atau ada orang lain di warung sebelah. Ketika pipisnya sudah selesai, ibunya memakaikan celana kembali. Dia tidak mengelap atau menyiram dengan air aqua misalnya. Tidak ada usaha istinja' sama sekali.
Bagaimana ibunya mengajarkan toilet training? Apakah sejak kecil diajarkan seperti itu? Bagaimana nanti kalau berlanjut sampai dewasa? Apakah ibunya masih tidak enak badan sehingga ia malas untuk mengantar anaknya ke toilet? Pertanyaan-pertanyaan tersebut muncul begitu saja di kepala saya. 
Alhamdulillah, saya dan semua adik saya dari kecil diajarkan toilet training. Bukan bermaksud membanggakan diri. Tapi saya ingat guru saya dulu mengatakan jika kita pipis dan tidak cebok, maka kita akan disiksa di kubur. Dulu ibu saya telaten sekali melatih kami cara membersihkan diri sehabis pipis. Saya dulu sempat terkaget-kaget jika melihat teman saya atau anak lain pipis sembarangan. Kadang di bawah pohon, di selokan depan rumahnya atau di tembok orang lain. Ibunya mungkin malas membawa mereka ke kamar mandi atau mungkin mereka tidak tahu cara beristinja'. Mereka tidak malu pipis sembarangan. Jika mereka membawa sebotol aqua lalu mereka mau bercebok sehabis pipis, mungkin saya masih bisa menerima. Tapi jika mereka tidak cebok, saya pasti akan bertanya-tanya pada diri saya sendiri. Apakah mereka tidak gatal? Bagaimana jika mereka masuk tempat ibadah? apakah celana mereka bau pesing?
Saya ingat sekali ketika saya masih seumuran anak SD. Saya akan rela menunggu jam istirahat atau jam pulang sekolah agar saya bisa pipis di rumah. Untungnya rumah saya agak dekat sehingga mudah dijangkau beberapa menit dengan jalan kaki. Saya jarang sekali pipis di kamar mandi sekolah, selain karena baunya kadang pesing, saya juga jijik jika kamar mandi dipakai oleh puluhan anak sekolah. Dulu saya mau pipis di kamar mandi sekolah hanya ketika ada acara pramuka dan menginap di sekolah. Tidak hanya saya yang seperti itu. Adik-adik saya juga seperti itu.
Kami dari kecil diajari istinja diguyur dari pusar perut sampai telapak kaki. Ketika bayi pun ibu saya membawa kami ke kamar mandi jika mendapati kami pipis atau buang air besar. Dia tidak pernah menggunakan tisu basah atau lap kering. Dia akan langsung mengguyurnya dengan air mengalir dan membersihkannya dengan dengan tangannya. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Alamat

Berbagi Kebahagiaan, ilmu yang pernah diajarkan kepada saya.
Terima Kasih untuk guru, teman dan keluarga tercinta.

ads

loading...