Senin, 30 Mei 2016

WANI PIRO (BERANI BERAPA)

Beberapa waktu lalu saudara mantan bos adik saya masuk ke rumah sakit. Bos adik saya tersebut masih ada ikatan saudara dengan mertua adik saya. Sakitnya cukup parah, yaitu stroke. Dia dilarikan ke Rumah Sakit (RS) Siti Khodijah Pekalongan. Sebenarnya tempat tinggal mereka di daerah Subah Batang. Tapi karena menurut orang-orang di daerah itu RS Siti Khodijah adalah RS yang bergengsi dan berbasis Islam, maka mereka akan bangga bila berobat ke RS Siti Khodijah. 
Singkat kata mertua adik saya ingin menengok saudaranya tersebut. Dia singgah ke rumah kami di Setono bersama anaknya (suami adik saya) dan adik saya. Karena mertua adik saya naik bus dan anaknya naik motor, maka mertua adik saya diantar oleh adik cowok saya. Jadi yang pergi ke RS Siti Khodijah tersebut adalah adik cowok saya, adik cewek saya bersama suami dan mertuanya. Mereka disana sekitar kurang lebih 1 jam. Tak lama kemudian mereka pulang.
Sepulang dari RS, adik saya yang cowok bercerita. Ceritanya kurang lebih tentang pekerjaannya. Intinya, mantan bos tersebut ingin agar anaknya bisa bekerja di tempat adik cowok saya bekerja, yaitu di Bappeda Pekalongan (Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah). Apapun caranya. Mantan bos tersebut mau membayar mahal kepada adik cowok saya agar anaknya bisa masuk bekerja di Bappeda. Saya terpana dan tersenyum menanggapi cerita adikku tersebut. Wani piro jal? Lol.
Maklum anak bos. Ketika bos tersebut mengutarakan keinginannya di RS, adik saya hanya tersenyum. Anak mantan bos tersebut katanya baru lulus kuliah dan belum bekerja sehingga orang tuanya ingin sekali agar anaknya segera bekerja berapapun biayanya akan diusahakan. Syukur-syukur bisa bekerja ke kantor pemerintahan seperti adik cowok saya. Tapi adik saya tidak begitu menanggapi sehingga sampai saat ini anak mantan bos tersebut mungkin belum bekerja.
Perlu diketahui sebenarnya adik cowok saya tidak serta merta langsung bekerja di Bappeda. Awalnya dia berpindah-pindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan yang lain. Dari satu tempat ke tempat yang lain. Dari yang dulunya naik sepeda hingga sepeda motor. Dari pekerjaan buruh bergaji sedikit hingga yang bergaji UMR. Tidak ada istilah uang pelicin atau apapun. Dia seperti kebanyakan orang mencari, mendaftar kerja dan menikmati pekerjaan. Mengalir begitu saja.
Dulu saya ingat ketika lulus SMA pertama kali. Dia melamar pekerjaan di rental pengetikan dan warnet di daerah Pekalongan barat. Dia berangkat pulang menggunakan sepeda jepang. Kulitnya menjadi coklat tua karena sering kepanasan. Kabarnya waktu itu warnetnya bangkrut dan adik saya kadang telat digaji. Printer warnetnya pun sering rusak sehingga pelanggan warnet tersebut lama-kelamaan berkurang. Ditambah lagi suatu ketika bos warnetnya kecelakaan, sehingga administrasi warnet itu semakin memburuk dan adikku pindah ke warnet lain.

Tak lama kemudian adikku mendaftar di warnet belakang gedung kanzuz habib Luthfi. Lumayan dekat dari rumah saya dibanding warnet sebelumnya. Sama seperti yang sebelumnya lama-kelamaan adik saya tidak nyaman bekerja di sana. Teman sesama siftnya kadang tidak berangkat karena sedang kuliah sehingga dia harus berangkat dobel siang dan malam. Kadang teman siftnya berangkat telat sehingga ia sering kelebihan jam kerja.
Suatu ketika adik saya sakit karena kelelahan bekerja. Penyebabnya mungkin dia tidak terbiasa bekerja siang dan malam, kurang minum dan tidak diimbangi dengan gizi yang cukup. Dia tidak berangkat beberapa hari. Bos warnetnya meneleponnya agar segera berangkat. Melihat kondisinya yang drop karena sering kemasukan angin malam, kami sekeluarga menyuruhnya agar berhenti bekerja di warnet itu. Waktu itu bosnya sempat tidak mau melepaskan adik saya, tapi setelah diberi penjelasan akhirnya bos warnet tersebut merelakan.
Beberapa hari kemudian adik saya mendaftar bekerja sebagai buruh batik. Mulanya dia bekerja di pabrik batik yang tidak begitu terkenal di daerah Bugisan Pekalongan utara. Tugasnya adalah mengecap batik. Disamping dia bekerja, dia juga mengambil kuliah di Politeknik Pusmanu Pekalongan. Dia mengambil jurusan Kesekretariatan dan Administrasi Kantor. Sebenarnya waktu itu dia agak ragu dengan pilihannya karena saat itu dia bekerja di bidang batik. Idealnya dia mengambil jurusan Teknik Batik. Tapi jurusan itu terlanjur dipilihnya sehingga ia tetap menjalaninya.
Dia bekerja di daerah Bugisan hanya beberapa minggu saja. Tak lama kemudian dia pindah lagi ke pabrik batik yang lain.


Selang beberapa hari dia pindah di pabrik batik yang baru. Menantu paman saya datang ke rumah. Dia sedang mencari orang untuk ditempatkan bekerja di Bappeda. Posisi yang dibutuhkan saat itu adalah bagian Out Scorsing (tulisannya benar atau salah, mohon dibenarken jika salah). Syaratnya harus menguasai IT. Kebetulan adik saya adalah lulusan SMK Syafie Akrom jurusan TKJ (Teknik Komputer Jaringan), sehingga dengan mudahnya ia bisa bekerja di sana.

Hai kamu anak bos. Jangan mentang-mentang kamu anak bos dengan seenaknya berani membayar berapapun agar bisa kerja enak. Setidaknya cobalah kerja dari posisi rendah. Cari pengalaman terlebih dahulu. Kamu berani membayar berapa kepada adik saya yang sudah susah payah dari posisi buruh kuli hingga dia bekerja di kantor pemerintahan. Lihat sejarah adik saya dulu bekerja. Adik cowok saya hanyalah seorang Out Scorsing bukan PNS. Wani piro? :D
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Alamat

Berbagi Kebahagiaan, ilmu yang pernah diajarkan kepada saya.
Terima Kasih untuk guru, teman dan keluarga tercinta.

ads

loading...